Melestarikan Budaya Jawa Melalui Drama Mitoni 7 Bulanan

Subah – 23 Deseember 2024. Gelar Karya P5 (Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila) di SMK Bhakti Kencana Subah yang berlangsung pada hari Senin tanggal 23 Desember 2024. Siswa dan siswi menampilkan sebuah drama yang berjudul “MITONI 7 BULANAN“. Mitoni adalah upacara adat Jawa yang dilakukan pada hitungan ke 7 bulan kehamilan. Mitoni dilakukan dengan berharap kepada Tuhan Yang Maha Esa agar kehamilan diberikan kelancaran dan keselamatan hingga persalinan.

Tradisi tujuh bulanan atau disebut juga mitoni ini adalah upacara tradisional selamatan terhadap bayi yang masih berada dalam kandungan ibu hamil selama tujuh bulan. Tradisi ini telah berlangsung sesuai adat dan budaya setempat, puluhan bahkan ratusan tahun.

Pada penampilan drama dengan peran pasangan suami istri yang bernama Rama & Sinta ini menampilkan upacara mitoni ini dengan sungguh-sungguh dan penuh rasa bahagia. Berikut rangkaian acara yang dilakukan di dalam drama mitoni ini :

1. Sungkeman

Sungkeman adalah tahap yang pertama dari serangkaian upacara mitoni. Sungkeman dilakukan oleh calon ibu kepada calon ayah. Setelah itu, calon ibu dan ayah melakukan sungkeman kepada kedua orang tuanya. Sungkeman dilakukan untuk memohon doa restu agar kehamilan lancar dan bayi yang dikandung sehat.

2. Siraman

Siraman adalah tahap di mana calon ibu dimandikan. Siraman merupakan simbol pembersihan diri, baik fisik maupun jiwa. Prosesi siraman ini bertujuan untuk meminta keselamatan untuk ibu dan bayi yang sedang dikandungannya.

Siraman yang dilakukan oleh Calon Ayah Pada Calon Ibu

3. Memutus janur

Dalam prosesi ini, janur diikatkan ke perut calon ibu lalu calon ayah akan memutus janur tersebut. Memutus janur bertujuan agar nantinya persalinan berjalan dengan lancar

Calon Ayah Memutus Janur

4. Brojolan

Brojolan adalah prosesi yang melibatkan kelapa gading muda yang diukir gambar Batara Kamajaya dan Dewi Ratih. Prosesi brojolan dilakukan agar bayi yang ada di dalam kandungan dapat lahir tanpa kesulitan

Brojolan

5. Ganti busana

Setelah siraman dilakukan, calon ibu akan mengeringkan badan dan mengganti busana yang sebelumnya digunakan. Upacara ganti busana ini akan menggunakan 7 jenis kain yang melambangkan 7 bulan dan harapan bagi si bayi. Tujuh kain ini melambangkan:

Sidomukti (Kebahagiaan), Sidoluhur (Kemuliaan), Semen Rama (Agar cinta kedua orang tua bertahan selamanya), Udan Iris (Agar kehadirannya menyenangkan untuk orang di sekitarnya), Cakar Ayam (Kemandirian), Kain lurik bermotif lasem (Kesederhanaan).

Pada saat pemakaian kain yang ke 1 sampai kain yang ke 6 , para tamu undangan akan menanggapi “kurang cocok” dan yang ke-7 para tamu undangan menanggapi dengan kata “cocok”.

Gamti Busana

6. Pecah Kelapa

Prosesi ini adalah lanjutan dari prosesi sebelumnya. Calon ayah mengambil salah satu kelapa tersebut dengan mata tertutup. Kelapa yang diambil lalu ditempatkan di area siraman, dan dipecahkan. Hal ini dilakukan untuk memperkirakan jenis kelamin calon bayi.

Calon Ayah Memecah Kelapa

7. Jualan Rujak

Selanjutnya adalah prosesi di mana calon ayah dan calon ibu memeragakan berjualan rujak. Di mana calon ayah memayungi calon bunda saat berjualan. Uniknya, uang yang dipakai adalah uang koin dari tanah liat atau yang di sebut dengan kreweng.

Calon Ibu Jualan Rujak

Siswa dan siswi SMK Bhakti Kencana Subah merasa bahagia dengan kegiatan P5 ini yang berjalan dengan lancar. Tentunya bukan hanya siswa siswi saja yang merasa senang dengan lancarnya kegiatan P5 tersebut, tetapi wali murid juga pastinya senang melihat anak anaknya bisa menjadi pemeran di kegiatan P5 tersebut. Tak lupa juga bapak/ibu guru yang telah membantu melancarkan acara kegiatan P5 juga sangat senang sekali dengan kegiatan yang berjalan dengan lancar.

Drama Mitoni Tujuh Bulanan yang dipentaskan di sekolah tidak hanya menjadi sarana pelestarian budaya, tetapi juga memberikan pembelajaran bermakna bagi para siswa. Melalui drama ini, siswa dapat memahami nilai-nilai tradisi, seperti rasa syukur, doa, dan harapan untuk kehidupan yang lebih baik. Selain itu, kegiatan ini juga melatih kreativitas, kerja sama, dan keberanian tampil di depan umum. Dengan mengintegrasikan tradisi ke dalam pendidikan, sekolah berperan penting dalam menjaga kearifan lokal agar terus hidup di tengah generasi muda, sekaligus menanamkan rasa cinta terhadap budaya bangsa.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *